Seperti putri duyung di dongeng itu, kelak aku akan
menjadi buih dan membawa mati semua rahasia hatiku.
Sebut aku pesimis, tapi sudah terlalu lama aku menunggu saat yang tepat untuk kebenaran itu.
Dan selama itu, aku
melihat bagaimana benih-behih perasaanmu kepadanya pelan-pelan tumbuh hingga menjadi bunga yang indah.
Aku kalah bahkan jauh sebelum mulai angkat senjata.
Kau ada dihidupku, tapi bukan untuk milikku. Kerjap mata indahmu
hanya untuk dia dan selamanya itu tak akan berubah.
Meski begitu, kenapa aku tidak berusaha berbalik dan mencari jalan keluar dari bayang-bayang dirimu?
Jika suatu hari kau menyadari perasaanku ini, kumohon jangan menyalahkan dirimu.
Mungkin memang sudah begini takdir rasaku.
Cintaku padamu tak akan pernah melambung ke langit ketujuh.
Aku hanya akan membiarkan buih-buih kesedihanku menyaru bersama deburan ombak laut itu.
Karena inilah pengorbanan terakhirku :
membiarkanmu bahagia tanpa diriku...
Dan selama itu, aku
melihat bagaimana benih-behih perasaanmu kepadanya pelan-pelan tumbuh hingga menjadi bunga yang indah.
Aku kalah bahkan jauh sebelum mulai angkat senjata.
Kau ada dihidupku, tapi bukan untuk milikku. Kerjap mata indahmu
hanya untuk dia dan selamanya itu tak akan berubah.
Meski begitu, kenapa aku tidak berusaha berbalik dan mencari jalan keluar dari bayang-bayang dirimu?
Jika suatu hari kau menyadari perasaanku ini, kumohon jangan menyalahkan dirimu.
Mungkin memang sudah begini takdir rasaku.
Cintaku padamu tak akan pernah melambung ke langit ketujuh.
Aku hanya akan membiarkan buih-buih kesedihanku menyaru bersama deburan ombak laut itu.
Karena inilah pengorbanan terakhirku :
membiarkanmu bahagia tanpa diriku...
sumber : novel seandainya (windhy puspitadewi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar